BERAUONLINE.COM, BALI – Diskusi panel berjudul “Restorasi dan Perlindungan Ekologis Mangrove Berbasis Masyarakat” yang dilaksanakan di Paviliun Nature Hub Bali pada Selasa (21/5/2024) merupakan salah satu forum yang digagas oleh Yayasan Konservasi Alam Nusantara (YKAN) bersama Pemerintah Kabupaten Berau dan para mitra.
Forum diskusi ini diadakan dengan tujuan tersendiri, yakni guna menekankan bahwa restorasi mangrove tak hanya bermanfaat untuk pelestarian lingkungan termasuk sumber air, tetapi juga penghidupan masyarakat.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Kampung (DPMK) Berau, Tentram Rahayu yang dalam hal ini mewakili Bupati Berau, Sri Juniarsih Mas sebagai pembicara di ajang World Water Forum (WWF) ke 10 menyatakan bahwa Kabupaten Berau telah merasakan manfaat dari restorasi mangrove ini.
“Kabupaten Berau memiliki ekosistem mangrove 55.000 hektar, yang mana ini terbesar se-Kalimantan Timur dan puji syukur masyarakat Kabupaten Berau telah merasakan manfaatnya,” ucapnya.
Seperti yang kita ketahui bersama bahwa mangrove merupakan ekosistem vital untuk menjaga abrasi dan erosi, serta tempat hidup berbagai biodiversitas, dan juga sebagai filter air alami.
“Karena salah satu manfaat dari mangrove ialah menyaring polutan sehingga meningkatkan kualitas air yang mengalir dari sungai ke muara dan lingkungan laut,” ujarnya.
Dirinya menjelaskan bahwa awalnya ekosistem mangrove di Berau terus mengalami tekanan akibat alih fungsi menjadi budidaya perikanan dan pemukiman. Untuk itu, Pemkab Berau terus melakukan berbagai upaya untuk melindungi wilayah mangrove.
“Adapun beberapa upaya yang kita lakukan, yaitu melalui Peraturan Daerah Nomor 5 tahun 2020 tentang Pengelolaan ekosistem mangrove di APL yang mendapatkan banyak dukungan dari berbagai pihak, termasuk YKAN,” jelasnya.
“Lalu ditindaklanjuti dengan penerbitan Keputusan Bupati Berau Nomor 484 tahun 2022 tentang Penunjukan Tim Pengelola Mangrove Kampung Teluk Semanting Sebagai Pengelola Ekowisata Mangrove Berkelanjutan Berbasis Masyarakat,” sambungnya.
Dikatakannya bahwa pengelolaan ekowisata ini diharapkan dapat membangkitkan semangat warga untuk terus melestarikan mangrove.
“Tentu kita berharap masyarakat turut terlibat dan mendapatkan tambahan penghasilan bagi, termasuk kelompok ibu-ibu” harapnya.
YKAN merancang dan mendorong Mangrove Ecosystem Restoration Alliance (MERA), yang mana ini adalah sebuah platform multipihak untuk mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan ekosistem mangrove di Indonesia secara berkelanjutan. Tentunya aksi kolaboratif adalah kunci keberhasilan pelestarian mangrove ini.
Direktur Strategi dan Pembangunan Berkelanjutan
Djarum Foundation, Jemmy Chayadi yang juga merupakan anggota MERA turut hadir dalam diskusi panel ini. Dirinya menyampaikan bahwa pelestarian mangrove ini memang sejalan dengan fokus pihaknya
“Selaku pihak swasta tentu hal ini sejalan dengan fokus kita untuk memberikan dampak positif bagi lingkungan terutama bagi masyarakat,” tuturnya.
Manajer Senior Ketahanan Pesisir YKAN, Mariski Nirwan mengatakan bahwa sebelumnya di Kabupaten Berau pelibatan petani tambak udang yang semula lahan mangrove banyak dikonversi menjadi tambak udang tradisional.
“Karena hasil panen yang rendah inilah yang mendorong petambak membuka lahan lebih luas lagi,” ucapnya.
Namun sejak tahun 2020, YKAN bersama mitra menginisiasi program Shrimp-Carbon Aquaculture atau SECURE datang dan berinovasi menggabungkan budidaya tambak udang tradisional dengan restorasi mangrove yang berkelanjutan.
“Dengan SECURE, tambak yang ada dibagi menjadi 2 bagian dimana 80% area dijadikan sebagai area restorasi mangrove dan 20% sisanya sebagai area budidaya,” ujarnya.
Ia menuturkan pendekatan SECURE ini salah satu langkah positif dalam menjaga mangrove agar tetap lestari, tanpa mengganggu mata pencaharian petambak.
“Bahkan dengan adanya mangrove, kami dapat mendukung praktek budidaya sebagai pakan alami ikan, menyaring air, hingga mengurangi emisi karbon,” tandasnya. (Adv)
Penulis : RN/Prokopim/Tim